WHAT'S NEW?
Loading...

Puisi 'Kuceritakan padamu'


Bismillahirrahmanirrahim



Tulisan ini layaknya sebutir debu di tengah sahara yang nyaris tak terdengar. Tapi biarlah, setidaknya ia mencoba membuka mulut untuk memberikan perubahan dan semoga ini berguna.

KUCERITAKAN PADAMU

Akan kuceritakan padamu tentang riak-riak rasa
tentang garis-garis yang menyusun nafas kehidupan
dan tentang titik yang membentuk huruf-huruf dalam cerita kehidupan
Aku pernah banyak mengeluh tentang hidup ini
riak-riak detiknya memakukan kita pada dua persimpangan jalan
pada setiap langkah yang terayun

Aku pun pernah meneriakkan kecewa yang melangit
dalam labirin-labirin hati yang tak kunjung kutemui muara terangnya
Aku menggenggam sepi
menghabiskannya dengan banyak sumpah serapah
mengurai kata-kata kering makna namun kental keburukan

Tak usah kusebut pula bulir-bulir kelam dari hatiku yang menyimpan iri
membuahkan dengki lengkap dengan tandan bunganya
Kau takkan pernah tahu dan tak perlu tahu
bagaimana dengan beraninya aku menjadi penentang
Saat sendiri, suara-suara hitam semakin cekatan merayapi pikiran
mendendangkan asanya untuk mencengkram erat telinga-telinga para pembangkang
Aku dan mungkin juga kamu

Biarkan kuceritakan lebih banyak lagi tentang hidup ini
Kita rangkai bait-baitnya membentuk garis-garis yang saling terhubung
Biar aku gambarkan ia sebagai satu lingkaran utuh
Memulai dari satu titik dan berakhir pada titik yang sama
Akhir yang menuju awal
Pertambahan yang berarti pengurangan
Umurku bertambah satu-satu
Usiaku berkurang satu-satu

Akan kuceritakan padamu
setiap hari kita menjejak jalan setapak dengan jalan berkelok nan cadas
Ada kalanya melewati gundukan
Adakalanya harus memelankan langkah menuruni jalan menurun
Tapi aku tak memahamimu, juga tidak diriku sendiri
mengapa kita hanya ingin berjalan di tempat yang rata
Berjalan dengan santai
tak juga ingin dipusingkan oleh pilihan pada dua percabangan jalan
Bukankah kau sudah punya tujuan?
Hingga kau harusnya tahu mana langkah yang harus diambil
Mudah saja, ikuti tujuan itu, dengarkan bisikan hatimu
Kuharap, aku dan kamu dapat melakukannya

Tapi, aku coba tengok ke belakang
Kutatap jejak yang pernah kuambil
Aku pernah, terjatuh karena salah mengambil jalan
lalu mencoba bangkit dan menyusur jalan lagi
dengan sisa detik yang masih mengalun

Kuraba wajahku
ternyata sujudku masih belum khusyu’
Lalu kubuka kembali peta kehidupan kita
Kutemukan di sana ada ngarai yang airnya sangat jernih
Kucelupkan tanganku,
kukibaskan airnya lalu kuperoleh percikan ketenangan
seketika menjalari hidupku dan menjadikannya lebih berwarna
Bukan berarti bayang hitam sudah berhenti mengikutiku
Ia masih saja ada, dan akan terus ada selama hidup itu juga ada

Hidup, bagai koin kehidupan yang menggasing
Ada kebaikan dan keburukan yang beradu bergantian 
Aku tak habis pikir, jumlah rintik hujan yang jatuh ke bumi
mungkin tak kalah banyak dengan keburukanku,
tapi tetap saja ada pintu yang menantiku.
Ketika ku ketuk pintu itu, kutemui gelapku menjelma terang
Ada jaminan pengampunan yang diberi-Nya, setiap kali pintu itu diketuk
Hanya saja, aku tak habis pikir denganmu, juga dengan diriku sendiri
Mengapa lisan ini begitu keluh untuk melantunkan istigfar
Heh, kita lebih mudah melantunkan kalimat-kalimat yang kerontang - kering makna

Biar kuceritakan padamu,
tentang pagi dengan sinarnya yang menguning
tentang pepohonan yang menggugurkan daunnya
harus jatuh dan tergeletak di tanah untuk memberikan manfaat baru
tentang hujan yang membasuh bumi
menumbuhkan benih-benih yang keriput bekas gelapnya malam
tumbuh dan menantang kehidupan dengan pucuk-pucuknya

Biar kuceritakan padamu, tentang dua wajah hidup
layaknya siang dan malam, bahagia dan sengsara
akan ada perubahan dalam setiap deruhnya
Kalaupun nanti kita terpaksa bersedih
Kita ceritakan saja dalam bentuk bisik
Lalu bungkus dalam amplop putih
Lipat dengan hati-hati
lalu kirim pada sepertiga malam

Akan kuceritakan padamu


Nurfadillah Salam
Gowa, 20 Februari 2018

0 komentar:

Posting Komentar