WHAT'S NEW?
Loading...

untuk Apa Menulis dan Bagaimana Cara Mudah Menulis Cerita?




Untuk apa menulis?

Pertanyaan ini seringkali dilontarkan oleh banyak orang. Bahkan aku juga pernah melontarkannya, tapi itu dulu saat aku belum mengerti tentang dunia menulis yang sejatinya sekarang menjadi sesuatu yang sangat aku senangi. Bisa dibilang, menulis adalah hobiku. Terus untuk apa menulis? menulis salah satunya untuk menyalurkan apa yang ada di dalam fikiran kita dalam bentuk yang lebih nyata – tulisan. Dulu, sewaktu di bangku SMA saya sering menulis hal-hal yang hanya berkaitan dengan keseharian, mirip catatan diary. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu kebiasaan itu mulai berganti, mulai dari hanya sekedar menuliskan pengalaman harian, sampai pada taraf dimana saya senang menuliskan apa saja yang saya anggap menarik dari hasil menyimak berbagai sumber seperti buku, internet, TV atau bahkan dari hasil mengamati kebiasaan-kebiasaan orang lain yang saya anggap menarik dan layak untuk dibahas lebih mendalam dan bisa dipetik manfaatnya.

Menghabiskan waktu dengan menulis akan membawa kepuasan tersendiri, apalagi saat kita membaca kembali tulisan yang sudah kita buat. Untuk itu, saya pribadi suka menghabiskan waktu luang dengan menulis apa saja dan menuangkannya salah satunya dalam bentuk jurnal harian. Teman-teman bisa menyebutnya diary, tapi bagi saya pribadi lebih suka menyebutnya jurnal harian. Sebenarnya, saya belum terlalu tahu banyak hal tentang menulis, hanya sebatas menyalurkan apa yang ada di pikiran, baik dalam bentuk fiksi seperti puisi maupun dalam bentuk artikel. Namun, saya rasa tidak ada salahnya berbagi sesuatu yang diketahui, meskipun itu baru secuil.

Bagaimana Cara Agar Kita Mudah Menulis Cerita?

Seperti keadaanku dulu, pertanyaan ini terlontar hanya bagi mereka yang tidak senang membaca. Terus, apa kaitan antara membaca dengan hobi menulis? Keduanya memiliki kaitan yang erat. Orang yang senang membaca juga akan senang menulis. Loh, kok bisa? Orang yang gemar membaca akan mempunyai banyak hal di dalam pikirannya dan tentunya hal-hal itu disalurkan lewat tulisan. Dengan lebih banyak membaca maka keinginan untuk menulis juga semakin kuat. Jadi, untuk menulis hal pertama yang harus dilakukan adalah tahu dulu apa yang akan kita tulis. Hal yang sangat membantu adalah dengan banyak membaca. Hal kedua yakni lakukan! Tak perlu takut akan hasil yang mungkin kurang bagus, setidaknya kita melakukannya dan membiasakan diri dengan menulis. seperti istilah dalam bahasa Inggris yang sering saya baca "Practice makes Perfect". Bisa karena terbiasa. Silahkan tulis apa yang ada di pikiran kita. Kalo saya pribadi, setiap kali terpikirkan akan sesuatu yang bagus untuk ditulis, maka seketika saya menuliskannya di handphone atau pada sebuah buku catatan kecil. Karena apa yang ada dalam pikiran dapat dengan mudah terlupa apabila tidak dituliskan, maka ikat ia dengan tulisan. Menulis saja apa yang perlu dituliskan, untuk bagian bagus atau tidaknya nanti dikoreksi setelah kita menulis. Terakhir, publikasikan jika kalian rasa itu adalah sesuatu yang bermanfaat dan bukan sesuatu yang salah untuk diumbar.

Saya termotivasi untuk membuat tulisan ini setelah mereview tulisan-tulisan pada jurnal harian yang tersimpan di laptop. Berikut contoh jurnal harian yang sudah saya tulis.


SELASA, 1 AGUSTUS 2017
19.02 a.m
TIDAK BISA MEMBACA YAH? – kode keras! Yaph, itulah kata yang tertuliskan pada selembar kertas dan ditindih batu agar tidak terhempas angin yang diletakkan di atas jok motorku. Terkejut rasanya saat melihat dan membaca kata-kata tersebut. Untuk pertama kalinya mendapatkan teguran seperti ini. Betapa tidak, teguran itu dilontarkan karena memarkir motor di tempat yang bukan semestinya, di parkiran khusus pegawai kampus. Yah, memang salahku sendiri, sudah tahu di larang masih saja melanggar. Tapi ini baru kali pertama aku memarkirkan motor di tempat terlarang ini. Yang pertama dan mengakhirkan.
Beberapa jam sebelum kejadian tersebut, selepas sholat duhur di masjid, aku melihat parkiran untuk mahasiswa mulai terpapar sinar matahari siang, dengan mengandalkan kanopi pohon mangga yang tidak seberapa lebar, hanya beberapa motor yang berhasil terlindung dan sebagian besar terpapar terik matahari, termasuk motorku. Lokasi parkiran yang padat akan kendaraan dan tidak terlindung dari matahari membuatku mencari parkiran lain yang sedikit teduh. Setelah melihat sekeliling, tak kujumpai tempat yang memenuhi kriteria tersebut selain satu tempat yang terlarang untuk mahasiswa. Yaph…  parkiran pegawai kampus. Teman-teman yang sebelumnya beriringan denganku mulai menyarankan untuk memarkir kendaraan di tempat tersebut. Awalnya aku enggan untuk melanggar peraturan. Tapi setelah mempertimbangkan saran tersebut, akhirnya ku parkirkan kendaraan di tempat tersebut dengan dalih, sebelumnya juga banyak mahasiswa yang melanggar dan tidak mendapat teguran. Walhasil, bak tetesan embun ternyata teguran tersebut memilih daunku untuk mendarat.
Dari kejadian ini aku mulai memperhatikan beberapa ketidakadilan. Karena melalui peristiwa ‘merasakan’ maka seseorang akan tau bagaimana suatu hal dengan lebih real. Termasuk ketimpangan peraturan yang tidak pada tempatnya. Untuk pegawai kampus disiapkan parkiran yang bagus dan terlindung dari terik matahari dengan wilayah yang cukup luas. Sementara untuk mahasiswa, daerah yang terlindung dari terik matahari hanyalah sedikit, dan selebihnya kendaraan-kendaraan mereka menantang terik matahari dengan gagahnya, dengan resiko ban mudah bocor atau body kendaraan yang warnanya melegam karena sering terjemur terik matahari. Selain itu, mereka harus pintar-pintar mencari lokasi yang bagus di tengah tumpukan kendaraan dengan jumlah yang ribuan. Kontras dengan lokasi parkiran pegawai kampus yang lengang karena jumlahnya yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa. Berdasarkan prinsip kata ‘adil’, memang benar adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pegawai memang derajatnya lebih tinggi dari mahasiswa, dan memang lantas tidak diperlakukan sama. Tapi, bukankah mahasiswa juga perlu dipertimbangkan kebaikan untuknya? Apa boleh buat. Peraturan tetaplah peraturan. Karena pemegang tahta tertinggi di kampus adalah pegawai-pegawai dengan berbagai tingkatan kastanya dan mahasiswa sebagai rakyat jelata. Dua kata untuk mahasiwa, tunduk atau ditindak!

RABU, 02 AGUSTUS 2017
MELAKUKAN YANG TERBAIK – ketika berhadapan dengan momen tersulitmu, maka pikirkan matang-matang. Gunakan segenap kemampuan untuk menghadapinya. Jangan hanya menimbang pada sisi emosi, melainkan timbang juga pada sisi nurani. Pahami, di balik semua yang terjadi ada hikmah yang mungkin saja tersembunyi. Seburuk apa pun covernya, mau remuk, gepeng, hancur atau apa pun namanya, semuanya pasti memiliki hikmah.
Perilaku manusia tidak akan pernah lepas dari pro dan kontra. Ada yang setuju atau bahkan memuji tapi tak jarang pulang ada yang menolak atau membenci bahkan memaki. Kita, sebagai aktor atau pelaku tak lantas harus mengikuti semua itu. Karena jika demikian, perilaku kita layaknya cermin ketidakpastian yang hanya memancarkan apa yang dikatakan orang lain. Menjadi orang yang tidak berintegritas. Tidak konsisten!
Pandangan orang lain tentang diri kita akan terbentuk secara otomatis. Tidak apa-apa. Itu hak mereka. Mereka yang punya pikiran lantas merekalah penguasanya. Kita tidak punya banyak waktu untuk membentuk opini semua orang agar menjadi baik. Karena tidak usah menjadi yang terbaik di mata orang lain. Cukup lakukan yang terbaik yang kau anggap baik tentunya dengan pertimbangan benar atau salah. Karena baik buruk adalah persepsi sedangkan benar dan salah adalah sesuatu yang hakiki!

KAMIS, 3 AGUSTUS 2017
KRITIK YANG MENGHIDUPKAN – suasana siang yang cukup terik di luar sana sementara aku bersama seorang teman sedang menyusuri tangga di fakultas Keguruan untuk menuju lantai dua tempat ruang dosen dan petinggi fakultas berada. Tangga demi anak tangga kami susuri dengan sedikit perbincangan kecil mengenai tahap penyelesaian yang sedang kami jalani sebagai mahasiswa tingkat akhir. Kami bertukar cerita mengenai kesulitan yang kami alami. Tiba kesempatanku untuk bercerita. Maka kuceritakan kejadian pagi menjelang siang tadi dengan ringkas. Kejadian yang menyentil sedikit emosiku karena merasa tidak terima. Betapa tidak, kejadian yang kumaksud adalah ujian komprehensif dan berhadapan seorang dosen yang kurang punya kontrol lisan yang baik, dengan suara berat yang khas serta bernada tinggi. Saat ujian, yang aku sendiri merasa heran mengapa semua persiapan yang sudah kusiapkan tiba-tiba hanya bercokol dalam pikiran tanpa mampu kusampaikan dengan baik. Alhasil, beberapa cemohan yang kuanggap cukup kasar mengudara. BODOH adalah kata yang paling kuat merekat dalam ingatanku. Masih banyak kata lain yang lebih kasar. Tapi, kata bodoh adalah kata yang paling tidak bisa kuterima. Menurutku, pada dasarnya tidak ada orang bodoh. Yang ada hanyalah orang yang kurang giat belajar dan mengasah kognitifnya. Lagi pula, aspek kognitif hanya bagian dispersif dari aspek kemampuan peserta didik pada umumnya. Masih ada aspek psikomotorik dan aspek afektif. Dan kurang tahu dalam aspek kognitif bukanlah hal yang bodoh. Bisa saja seseorang memiliki kecerdasan tapi bukan pada aspek kognitif tingkatan 1 yang bermodalkan ingatan. Banyak orang yang kurang kuat ingatannya tetapi sangat mampu di tingkat analisis dan sintesis. Bertolak pada multiple intelligence, maka dapat dipahami bahwa dominansi kecerdasan seseorang berbeda-beda. Dan kuakui, ingatanku sangatlah lemah, untuk menghapalkan nama, angka atau defenisi-defenisi aku sangatlah payah. Selain itu, aku bukanlah orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang mumpuni. Sehingga ketika dihadapkan pada dialog dengan orang lain terkhusus orang yang baru aku kenal, maka jujur, aku bukanlah orang yang bisa diandalkan.
Saat ujian yang hanya mengedapankan tes aspek kognitif tingkatan 1 yakni ujian yang bermodalkan ingatan, maka akan butuh tenaga ekstra untuk mempersiapkannya di tengah kesibukanku saat ini. Terlebih saat menyampaikannya, butuh banyak nyali untuk mendobrak kecerdasan interpersonalku yang sangat minim. Maka kuakui, aku kalah hari ini!
Tidak apa-apa, mungkin itu adalah salah satu cara untuk membelajarkanku. Selama ini, yang ada hanyalah kemudahan. Mungkin bagian sulitku ada di ujian ini. Kan kuanggap itu sebagai sesuatu yang membangun. Sesuatu yang menyadarkanku dari kemudahan. Jadikan ini pelajaran saja, setiap bagian punya momen susah dan mudah. Dan kali ini, aku sedang berada di momen susahnya. Segala sesuatu akan menjadi lebih mudah ketika kita menghadapinya dengan pikiran yang dingin dan tindakan tenang.

Jumat, 04 AGUSTUS 2017
DAKI – kata yang menarik perhatianku di pagi buta. Saat bumi masih senyap dari riuh-riuh manusia yang sebagian besar masih terlelap. DAKI, kata bertuliskan huruf-huruf kapital dan kujumpai sedang bermukim dalam salah satu lembaran buku fiksi yang kubaca sebagai judul fragmennya. Daki yang dimaksud adalah daki-daki perasaan dan pikiran. Aku tertarik dengan sebuah kalimat dalam halaman berjudulkan DAKI tersebut “aku tak ingin mengotori pagi yang indah dengan daki-daki perasaan dan pikiran. Bisa saja kuawali pagi dengan perasaan benci, marah, iri atau dengki, tapi perasaan seperti itu akan memburukkan dan membusukkan perasaanku sepanjang hari”. Memang benar, pagi adalah bagian dari hari yang paling menentukan baik buruknya hari itu.  Jika pagimu dipenuhi hal-hal indah, maka sepanjang hari kau pun kan merasakan bahagia efek dari pagi yang indah. Dan sebaliknya, jika pagimu dipenuhi hak-hal buruk, maka itu akan berpengaruh besar terhadap perasaanmu sepanjang hari. Tentu aku tak ingin merusak hariku sendiri. Oleh karena itu, di pagi hari kan ku alirkan energi-energi positif untuk menarik hal-hal positif lainnya.

SABTU, 05 AGUSTUS 2017
SYUKUR – Pernahkah kau terbangun dan merasa banyak hal yang menyumpal pikiranmu? Seperti ada banyak hal yang merundung benakmu seketika, saat kau mulai tersadar dari lelapmu. Satu per satu hadir sambil menyeret sedikit demi sedikit kegundahan dan membuat pagimu terasa suram. Aku pun pernah. Yah,,, di pagi ini. Tak perlu kuceritakan hal-hal apa saja yang kumaksudkan. Cukup tahu bahwa hariku dimulai dengan sedikit penyesalan akan hari kemarin. Ku kedip-kedipkan mata berharap cahaya remang-remang sang fajar memberiku sebongkah semangat untuk memulai hari ini dengan rasa syukur. Yah, hanya dengan syukur akan hadirnya kesempatan hari ini, maka semua penyesalan akan hari kemarin dapat memudar hingga pagi yang indah tak perlu dipenuhi dengan penyesalan yang akan membusukkan hari ini.
Seperti perahu kecil yang terombang ambing ombak besar. Seperti itulah gambaran rasa syukur yang digodok oleh hal-hal negatif yang berkubang dalam pikiranku. Menimbang dan menimbang hingga banyak detik berlalu.
Memaafkan itu menyembuhkan, maka kuputuskan untuk memaafkan diri sendiri. Tak ada gunanya berkubang dalam penyesalan tanpa ada pergerakan. ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (Ar-Ra’d: 11)
Waktu tidak akan menungguku selesai meratapi penyesalan untuk kembali berjalan. Ia terus saja bergulir, bersama pergerakan mentari yang mengepakkan sayap sinarnya ke penjuru bumi. Kukumpulkan segenap semangat untuk memulai hari. Bergerak dan berpindah tempat untuk melakukan hal-hal lain. Membersihkan tempat tidur lalu memandangi langit pagi di luar rumah. Kunikmati dinginnya udara yang menyejukkan.
Selamat datang wahai hari ini, terimakasih karena bersedia mengikuti titah-Nya untuk memberiku kesempatan menjalani hidup. Selamat datang pula untuk hal-hal positif yang menghampiriku bersama hari ini dan selamat berkabung untuk hal-hal negatif karena telah menemukan orang yang salah. Aku takkan membuang banyak waktu untuk meratapimu. Karena aku punya obat yang paling ampuh untuk luka yang kau sebabkan. Akan ada rasa syukur menemaniku seberapa parah pun luka yang kau timbulkan, syukur akan membalutnya.

06 AGUSTUS 2017
OBAT – sebagian besar orang ketika mengalami gangguan kesehatan, maka mereka akan memilih meminum obat. Manusia sekarang berada pada zaman yang serba mudah. Mulai dari teknologi telekomunikasi hingga pada bidang kesehatan. Banyak kemudahan yang tersaji bagi orang-orang yang mau mengambilnya. Terlepas dari efek yang ditimbulkannya, kemudahan tersebut pada dasarnya memang menyenangkan. Mengajak manusia untuk tetap berada pada zona nyamannya. Hingga ketika zona aman itu mulai bersinggungan dengan zona tidak nyaman atau bahkan mengalami pergeseran, manusia pada umumnya mulai mengalami gangguan. Maka fenomena yang timbul kemudian, kita sebagai mahluk yang suka ketenangan akan berusaha menyeimbangkan efek dari singgungan tersebut. Berusaha untuk kembali ke titik normal. Walaupun sebenarnya ketidaknormalan tersebut merupakan bagian dari upaya mencapai titik normal, secara spontan. Contohnya ketika tubuh terserang sakit. Tubuh kita sebenarnya memberikan sinyal bahwa ia sedang diserang berbagai organisme penyebab penyakit atau patogen dan akhirnya mengundang peristiwa yang biasa kita sebut demam atau mungkin efek lain. Kita yang tidak mengerti akan berusaha menekan demam tersebut agar tidak timbul, padahal itu adalah respon yang menunjukan kenormalan sistem imun kita. Karena ketidaktahuan, kita meminum obat yang mungkin saja menekan demam namun menimbulkan banyak gangguan lain, kekurangan fungsi kerja organ-organ tubuh misalnya.
Aku akan menikmati sakit tanpa perlu meminum obat. Karena beberapa rasa sakit mungkin diciptakan untuk mengajarkan kita bagaimana rasanya sehat. Karena kita baru akan mengerti keberadaan sesuatu setelah sesuatu itu pergi meninggalkan kita. Dan kita sebagai mahluk yang berakal hendaknya mampu mengambil pelajaran.

07 AGUSTUS 2017
HAL BARU – Lagu Mars PKK menggema di aula Kecamatan Pallangga yang tercipta dari suara puluhan ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi ini. Aku dan seorang temanku juga bergabung di dalamnya. Tapi tidak, kami bukanlah ibu-ibu melainkan seorang perempuan yang belum terikat dalam ikatan pernikahan. Hanya kami berdualah yang belum menikah namun nama kami tercantum dalam SK anggota PKK. Lucu memang. Dimana jika berdasarkan aturan, kami seharusnya belum boleh bergabung dalam organisasi tersebut karena kami belum berkeluarga (baca menikah). Namun karena tuntutan pekerjaan yang kami lakoni, kami juga terseret dalam organisasi ini. Yah, apa boleh buat, pekerjaan membuat kami harus bertingkah lebih tua dari usia dan status kami.

Kami semua berkumpul untuk mengikuti serangkaian acara lomba memperingati HUT RI yang ke 72. Ada beragam bidang yang dilombakan pada hari ini yaitu lomba penyuluhan BKB, Pola Asuh Anak dan Lomba Penyuluhan Kesehatan. Aku termasuk salah satu peserta lomba tepatnya pada lomba penyuluhan pola asuh anak. Aku sendiri merasa tidak pantas mengikuti lomba ini karena memang belum punya anak bahkan belum menikah.

Pengalaman hari ini, banyak mata yang menyimpan rasa heran yang menggemaskan. Mata mereka seakan berbicara dan bertanya-tanya, mengapa aku mengikuti lomba seperti ini. Dengan muka yang tidak ada tampang ibu-ibunya sama sekali melainkan yang ada hanya wajah baby face (heheh) alias wajah-wajah ABG (baca sangat muda) bahkan beraninya mengikuti lomba pola asuh anak. Aku pun hanya bisa tertawa geli dalam hati melihat tatapan mereka. Masa bodoh. Biarkan mereka berkubang dalam pikirannya, aku tak perduli.

Yang aku tahu, aku hanya mencoba menyelamatkan nama desa yang kuwakili dari rasa malu karena tidak memiliki peserta yang siap untuk mengikuti lomba ini. Mau tidak mau harus bisa. Itulah prinsipku hari ini. Memang, mencoba hal yang baru akan ada dua kemungkinan besarnya: berhasil dengan sedikit kecacatan atau gagal dengan banyak hal memalukan. Kuambil tantangan ini. Sekaligus mengajarkanku untuk memasuki zona tidak nyamanku, berbicara di depan publik.

Mencoba hal baru akan mengajarkan kita untuk menapak langkah pada suasana baru. Suasana yang mungkin saja menitikkan banyak keringat dingin dan tremor serta kecemasan. Tak apalah, kunikmati suasana ini. Bukankah kita dapat mengenal angka dua setelah sebelumnya beranjak dari satu atau bahkan dari nol, titik yang tak berarti apa-apa. Tapi jika terus-terusan berkubang pada angka nol dapatkah kita mengenal angka-angka lain? 1, 2, 3 4 dan seterusnya. Kita dapat mengerti warna warni jika kita mau beranjak dari hitam atau pun putih. Semua ini tentang perubahan. Perubahan itulah yang akan terus bergerak hingga hanya perubahanlah yang tak akan pernah berubah.

SELASA, 08 AGUSTUS 2017
PRINSIPIL - Pernahkah kau merasa banyak hal yang buruk menimpamu membuatmu terjerembab dalam keputusasaan hidup, namun setelah itu kebahagiaan datang berturut-turut dan membuat harimu terasa sangat bersinar? Hari ini aku merasakannya. Tak perlu kuceritakan secara detail apa yang membuatku merasakan begitu bahagia. Yang aku tahu dan yang perlu kusampaikan adalah bahwa memang seperti kata orang-orang, hati itu bersifat bolak balik terkadang merasa sangat sedih, merasa bahwa tak ada seorang pun yang dapat mengerti dan merasa sangat sepi. Namun, situasi itu 180­­­0 dapat terbalik, berlawanan arah dari situasi sebelumnya. Yah kuakui itu. Oleh karena itu, dalam agama kita diajarkan sebuah do’a bagaimana menetapkan hati pada hal yang baik yakni pada diin (baca agama)  dan ketaatan yang benar.

Yaa muqollibal qulub, tsabbits qalbi ala diinik wa to’atik.
Do’a tersebut tentang kekonsistenan hati pada hal-hal yang bersifat prinsipil. Karena itu kita juga diajarkan menjadi orang yang mampu memegang prinsip, teguh pendirian atau disebut istiqamah.


JUMAT, 11 AGUSTUS 2017
SABAR MENUNGGU – Jarum detik di jam tanganku terasa berpindah dengan lambat. Detik, menit dan jam berganti dengan sangat lama membuatku merasakan tidak enaknya menunggu. Aku duduk di tepi kerumunan orang, di sebuah ruangan ber AC sesekali menengok jam tangan untuk memastikan waktu. Sejak pukul 09.30 – 12.00 waktuku terhabiskan hanya dengan duduk termenung dengan sesekali memainkan hp untuk mengusir kebosanan. Menunggu, menunggu dan menunggu seorang dosen dengan suatu keperluan. Sebagai mahasiswa tingkat akhir dengan beragam kebutuhan akan kehadiran sosok dosen yang sedang ditunggu, maka lantas aku berusaha sesabar mungkin. Meskipun memang pada dasarnya aku bukanlah orang yang pandai menunggu. Menunggu merupakan salah satu pekerjaan yang cukup tidak menyenangkan apalagi tanpa melakukan apa-apa dan tanpa kepastian. Menunggu sesuatu yang tidak pasti seperti berusaha mencari semut hitam di tengah pekatnya malam. Hanya mengandalkan keberuntungan. Yah, begitulah pekerjaan menunggu menurutku. Namun menunggu juga memiliki sisi positif dengan mengasah kecerdasan emosional. Kata kuncinya SABAR.
Siang tadi, aku sudah mulai tidak sabar dan memutuskan untuk tidak menunggu. Kampong tengah juga mulai mengusik kosentrasiku, menuntut untuk diisi. Karena itu kuputuskan meninggalkan ruangan ber AC itu untuk makan di kantin. Setelah makan dan kembali, kujumpai dosen yang kumaksudkan. Namun ia sudah beranjak pergi. Lagi-lagi keberuntungan dan kesabaran saling beradu dan menunjukan padaku manakah yang lebih besar andilnya dalam peristiwa ini. Mungkin keberuntunganlah yang menang. Tapi, andaikata aku bersabar untuk menunggu lebih lama mungkin keberuntungan juga menghampiriku. One course today: be patient to wait!

SABTU – 26 Agustus 2017
RENCANA TUHAN JAUH LEBIH INDAH - Kuputar sebesar mungkin bagian gas motor agar dapat melanju kencang membawaku membelah udara dengan riuh angin yang terdengar jelas di telinga. Deretan perumahan dan pohon di tepi jalan silih berganti terlintas dalam pandangan mata dengan tatapan fokus ke depan. Ada banyak kekecewaan yang kuharapkan menguap bersama kencangnya angin sore tadi. Debu-debu yang beterbangan juga kuharap menemani angin untuk mengangkat banyak pikiran tidak mengenakkan dariku. Kuakui, aku cukup kecewa hari ini oleh hal-hal yang mungkin orang lain anggap sepele. Karena kita tidak sepenuhnya mengerti cara kerja hati. Suatu saat kau dapat merasa sangat senang oleh hal-hal sepele dan kadang kala pula kau dapat merasa cukup terpuruk dan seolah-olah tak ada orang lain yang lebih menderita darimu karena kesedihan yang bahkan hanya disebabkan oleh hal-hal yang sepele pula. Kau takkan sepenuhnya mengerti jika belum merasakannya.
Rentetan kekecewaan membuat punggungku terasa berat dan pandangan pikiranku seakan hanya dapat melihat hal-hal yang kuanggap buruk yang telah terjadi. Hingga riuh suara klakson dari banyak kendaraan mulai membuyarkanku dan menyadarkan eksistensiku di tengah kerumunan kendaraan bermotor. Ada beberapa truk yang berjejer di depanku sebelum akhirnya kudapati sebuah kalimat di bagian belakang salah satu mobil truk tersebut dan melamatinya dengan pandangan penasaran untuk membaca secara jelas kalimat tersebut. Semua akan bahagia pada waktunya – Rencana tuhan jauh lebih indah. Kalimat yang seakan dirancang khusus untukku saat itu, di detik itu. Aku kembali tersadarkan akan eksistensi perasaan yang mengejahwantakan kesedihan yang sedang kurasa. Benar, rencana tuhan jauh lebih indah dan kita akan bahagia pada waktunya. Bahagia dan sedih itu adalah hal yang wajar. Ini tentang cara kerja hati. Kekecewaan memang tak bisa terelakkan kala harapan berbenturan dengan kenyataan yang tidak sesuai. Tapi hati punya kendali untuk menjadikan sebuah kekecewaan menjadi hal yang tak berarti apa-apa. Pada sebuah keyakinan bahwa bahagia dan sedih memang datang silih berganti, kita hanya perlu memalingkan pandangan kala kita dihadapkan pada kekecewaan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mengutip sebuah lagu yang sering kudengarkan karena maknanya yang begitu dalam.
Beri dirimu sedikit waktu
Tak usah pura-pura tertawa
Ceritakanlah keluh kesahmu
Telingaku tak jenuh mendengar

Apa yang sedang engkau lamunkan
Mengapa terus berseduh sedang
Separah itu luka batinmu
Tak bosankah bawa masa lalu

Hidup ini indah
Bila kau mengikhlaskan yang harus dilepas
Kau terlalu agung
Tuk dikalahkan rasa sakit.

Sudahlah berhenti meratapi
Sesuatu yang takkan kembali
Kebahagiaan tak pernah pergi
Kau mungkin tengok arah yang salah
Sebab aku dan bumi mengasihimu

Belajarlah berjalan lagi
Walau langkahmu rapuh
Belajarlah percaya lagi
Kau tak pernah sendiri

Fiersa Besari – epilog


AHAD, 27 Agustus 2017
TULUStak ada yang lebih indah selain hati yang tulus dalam melakukan apa pun. Tak ada nikmat yang lebih menenangkan selain rasa tulus. Tulus dalam melakukan apa pun khususnya dalam hal memberi. Kenikmatan memberi akan lebih terasa dikala kita melakukannya secara tulus.

Motor yang ku kendarai melaju dengan cukup cepat hingga saat menjumpai lubang menganga di jalan, tanpa kendali penuh ku kurangi laju kendara secara tiba-tiba. Lalu kurasakan di bagian punggung terasa ada sesuatu yang menjorok ke depan dan menekan punggungku. Seketika aku tersadar jika di jok motorku selain aku ada pula nenek. Yah, sore tadi aku mengantar nenek untuk mengukur baju. Aku membawa nenek ke salah satu tukang jahit yang ada di desa kami. Setelah tiba di rumah yang kami maksudkan, dengan sedikit kecewaan kami kembali pulang karena tukang jahit yang kami datangi ternyata sedang tidak berada di rumah. Di perjalanan pulang, nenek mendadak meminta berhenti di depan sebuat rumah kecil dengan atap seng dan separuhnya lagi beratapkan daun rumbia. Aku sudah tidak asing dengan rumah itu. Mm, rumah saudara tiri nenek. Saat kami mengucapkan salam, kami disambut oleh seorang wanita yang usianya jauh lebih tua dariku. Senyumnya hangat dengan sapaan yang bukan basa basi. Kami lalu diajak masuk dan dipersilahkan duduk. Bukan pada sofa yang empuk melainkan kursi plastik sederhana. Dengan cekatan dan rasa gembira karena kedatangan tamu, sang empunya rumah lalu menuju ke dapur untuk mengambilkan minum dan dua toples kue kering. Sungguh penghormatan kepada tamu yang tinggi. Sungguh, kali ini aku mendapat pelajaran baru.
Selama berbincang cukup lama dengan nenek, sang empunya rumah sering kali meminta kami untuk memakan kue kering yang disuguhkan dengan wajah sumringan. bahkan saat ingin pulang, kami ditawari untuk membawa kue dalam salah satu toples yang ada. Kami sungguh sangat memberatkan. Bahkan dari perbincangan kami tadi, kue yang disuguhkan tidak ada duanya. Hanya itu yang pemilik rumah punya. Bahkan dengan makanan sedikit itu ia ingin berbagi dengan tatapan penuh ketulusan. Sungguh berbeda dengan orang kebanyakan juga dengan diriku yang sesakali merasa enggan memberikan apa yang aku punya. Hari ini aku memperoleh pelajaran besar dari orang-orang yang dianggap kecil oleh kebanyakn orang. Bahkan hati mereka lebih luas dalam kesempitan yang ada. Terima kasih untuk pelajaran hari ini. Pelajaran besar melalui hal kecil yang akan selalu kuingat.

Senin, 28 Agustus 2017
KENANGAN – guliran air terasa membentuk parit kecil di pipiku. Perasaan ini seperti luka yang masih basah lalu tertiup angin yang berhembus cukup kencang. Ada dingin dan perih yang syahdu. Kulamati dengan pandang setiap sudut ruangan. Beragam memori seakan terpuntir kembali dalam tatapan pikiranku, mundur ke waktu silam, beberapa tahun yang lalu. Menikmati suasana ruangan demi ruangan yang ada membuatku merasakan rindu yang amat dalam pada sesosok yang lebih dulu melalui titian hidup ini ke dunia lain. Dunia yang tak terjamah lagi oleh indera selain indera batin. Kali ini aku kembali membuka sebuah sudut dalam ruang hati yang ditempati oleh orang-orang yang mampu menjamahnya. Yah hanya orang-orang tertentu yang mampu bertahan di dalamnya meski dihadapkan pada waktu yang berjarak.

Samar-samar kenangan itu kembali terputar. Ku rasakan suasana yang penuh dengan rasa damai, terdengar suara khas yang begitu ku rindukan, ku bayangkan sosok itu dengan tingkahnya yang lucu, penyayang namun penuh dengan ketegasan. Sosok yang memberiku cukup banyak pengajaran. Sosok yang bukan guru namun mampu memberikan nilai kehidupan yang membekas bahkan hingga saat ini.

Ya tuhanku, aku sungguh rindu dengannya. Maka biarkan kali ini aku menikmati sedihku dalam kenangan tentangnya. Aku rindu dengan sikap keras kepalanya, dengan teguh pendiriannya, bahkan dengan sikapnya kala dihadapkan pada makanan kesukaannya ‘pisang goreng’ yang dengan lahap ia habiskan. Bukannya ingin berkubang dalam masa lalu, tapi bukankah rindu juga diciptakan dengan tujuan yang jelas walaupun sudah tentu bahwa rindu akan membawa kita pada masa lalu. Dengan rindu, maka yang ada menjadi sangat berarti karena rindu mengajarkan bahwa ketiadaan itu sungguh tidak mengenakkan. Maka biarkan rinduku kali ini menemui muaranya. Biarkan rinduku mengalunkan do’a kepada-Mu yaa rabb. Jaga ia di alamnya, luaskanlah tempatnya, ampunilah dosa-dosanya dan sikapnya yang keras kepala untuk istiqamah walaupun pada pendirian yang salah. Ampunilah ia wahai rabbku. Engkaulah yang maha mengetahui dan semua ini sudah menjadi garis hidupnya. Sebagai bagian dari keturunannya maka aku hanya bisa memohon. Rabbigfirlii wa liwaalidayya warhamhuu kamaa rabbayanii shogira. Aamiin Allahumma aamiin.

Selasa, 29 Agustus 2017
RAMA TAMAH – angin sore berhembus cukup kencang menerbangkan kepulan debu ke berbagai arah. Di tepi sebuah lapangan aku dan banyak rekan kerja sedang sibuk membersihkan tepi lapangan serta sebagian lagi menyusun kursi tamu untuk penutup acara peringatan HUT RI yang ke-72. Matahari yang awalnya terik perlahan cahayanya memudar oleh senja yang menjingga hingga pada akhirnya digiring kepada kegelapan. Tak terasa, suara azan magrib pun berkumandang menandakan kami harus bergegas lalu istirahat untuk sholat dan juga sebagai pertanda bahwa acara yang kami persiapkan segera dimulai tepat setelah sholat isya.
* * *
Selepas sholat isya, aku kemudian bergegas menuju tepi lapangan untuk menyiapkan makanan para tamu. Satu persatu warga berdatangan adapula yang datang dari berbagai sudut pandang dengan gerombolannya, mungkin dengan sanak saudara. Warga yang datang berasal dari berbagai kalangan mulai dari lansia, paruh baya hingga anak-anak bahkan bayi yang mungkin masih berumur 7 bulanan. Di belakang panggung, panitia yang terdiri atas anggota karang taruna sangat sibuk dengan persiapan mereka dengan peran masing-masing sementara di depan panggung warga dan tamu undangan yang datang sudah cukup lama mulai memperlihatkan raut gelisah dan mungkin jika digambarkan dengan kata-kata mereka mengatakan “mengapa acara belum dimulai”, “lama sekali mulainya” dan lain-lain. Setelah melaksanakan tugas, aku pun mulai berbaur dengan warga dan mengambil tempat duduk di bagian belakang tanpa seorang pun yang mengenali.
Setelah cukup lama, akhirnya MC keluar dan mulai membuka acara. Ada banyak agenda acara malam ini mulai dari sambutan-sambutan hingga tarian serta penampilan musik, tak ketinggalan pengumuman pemenang berbagai lomba acara 17-an. Berbagai penampilan disambut meriah oleh penonton. Seperti tradisi di desa lain, saat ada penampilan seni seperti tari atau music maka akan banyak penonton yang menyawer apatalagi tamu undangan yang terdiri dari pejabat desa, kecamatan dan kabupaten. Kebiasaan yang menurutku menjadikan objek saweran menjadi objek yang memprihatinkan.

Rabu, 30 Agustus 2017
Lion - Gemintang di luar sana berkedip dengan cahaya redup. Awan-awan membentuk formasi megah dengan gumpalan besarnya menyabotase cahaya rembulan hingga hanya bagian kecil langit yang tersaput cahaya. Malam dengan langit yang cukup sepi suhu udara cukup panas. Di dalam ruangan persegi panjang, aku merasa bingung tak tahu harus melakukan apa. Tiba-tiba teringat sebuah film yang baru kusimpan di memori telfon. Dengan dorongan rasa penasaran akan film itu aku pun menontonnya dengan terlebih dahulu menyiapkan atribut pelengkap yakni headset dan tak lupa makanan ringan. Heheh
Lion adalah judul dari film itu. Film yang diangkat dari kisah nyata. Dari awal hingga film hampir berakhir, aku tak tau alasan pembuat film memberinya judul Lion. Tunggu dulu, biar kuceritakan isi filmnya. Well, film ini bercerita tentang seorang anak dari pedesaan miskin di India. Anak ini tinggal bersama ibu, seorang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan. Hidup mereka sangatlah memprihatikan. Untuk mendapatkan makanan, anak ini yang bernama Saroo serta kakaknya yang bernama Guddu harus bekerja keras. Tak jarang mereka mengumpulkan uang dari hasil mencuri batu bara di kereta api pengangkut batu bara tentu saja dengan resiko jatuh dari kereta. Ibu mereka hanyalah seorang pengumpul batu bara dengan upah yang sangat minim. Kehidupan mereka dilalui dengan serba kekurangan namun mereka tetap bahagia karena saling memiliki satu sama lain. Sampai pada suatu malam Guddu terbangun untuk bekerja tengah malam di stasiun kereta sebagai pengangkut jerami atau barang-barang penumpang. Saroo yang menyadari hal itu memaksa untuk ikut membantu sang kakak. Dengan sangat berat Guddu memperbolehkannya. Namun setiba di stasiun, Saroo hanya tertidur dan tak mau dibangunkan. Dengan cukup terpaksa, Guddu meninggalkan sang adik di sebuah kursi panjang untuk bekerja dan memintanya untuk menunggu hingga ia kembali. Jam demi jam berlalu, Guddu tak kunjung kembali bahkan hingga saroo terbangun. Didapatinya stasiun kereta sudah sepi dari lalu lalang penumpang. Tak ada seorang pun di sana dan Saroo mencari Guddu di dalam kereta. Tanpa sengaja, Saroo terlelap di dalam kereta dan setelah terbangun ia mendapati kereta sudah melaju dengan pemandangan sekeliling yang asing baginya. Itulah awal kehidupan saroo yang begitu berat di kota lain, jauh dari tempat tinggalnya.
Takdir mempertemukannya dengan sebuah keluarga Australia yang mengadopsinya setelah tinggal cukup lama di panti sosial India yang sangat kumuh dan kehidupannya berubah 1800. Tak ada lagi kesusahan hidup. Tak ada lagi kerja keras seperti dulu hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Ia mulai lupa dengan keluarganya di India. Setelah berselang 25 tahun. Rasa bersalah mulai menghinggapinya. Bayangan keluarga kandungnya mulai mengisi hari demi hari yang ia lalui. Banyak upaya yang ia lakukan untuk bisa menemukan tempat tinggalnya di India tanpa nama kota yang bisa ia ingat dengan jelas. Namun, hasil tidak pernah menghianati proses. Dengan usaha yang cukup lama, akhirnya ia mampu menemukan lokasi tempat tinggalnya dengan bantuan Google Earth, hanya dengan menghitung jarak dari waktu tempuh sebuah kereta api selama dua hari lalu menjadikan ibukota India sebagai patokan, lokasi panti soalnya dulu. Setelah menemukan titik kordinat ia lalu menelusuri keberadaan stasiun kereta api di sekitar lokasi ordinat. Dan walhasil setelah melakukan pencarian di India, saroo mampu menemukan tempat tinggalnya dan bertemu dengan ibu serta adik perempuannya. Dan Guddu, tertabrak kereta api tepat pada malam dimana kereta api membawa Saroo meninggalkan kota asalnya, Ganeshta Lai. Dan sebagai penutup film, dijelaskan bahwa Saroo adalah Bahasa India dari Singa/Lion.
Rencana tuhan jauh lebih rapi dari apa yang kita duga dan apa yang kita pikirkan. Tuhan adalah sang maha desainer kehidupan setiap manusia yang jumlahnya sangat banyak. Saat hati dihujani oleh prasangka-prasangka buruk akan skenario tuhan, percayalah bahwa tuhan itu maha adil. Apa yang telah ditetapkan itulah yang terbaik. Maka berjalanlah pada garis yang telah ditentukan dengan mengerahkan segala kemampuan yang kita miliki agar mampu mengemban tugas kehidupan dengan baik. Wassalam…





Sumber gambar:
http://lazuardi.id/2017/03/15/mengais-rejeki-lewat-menulis-mau/

0 komentar:

Posting Komentar