“Hidup itu seperti UAP
yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap!”
Kalimat tersebut saya
kutip dari puisi terakhir WS Rendra. Yah, memang benar, hidup ini bisa
diumpamakan seperti uap, dianugrahkan kepada setiap kita lalu lenyap layaknya
sebuah titipan yang bisa diambil kapan saja oleh pemiliknya. Tapi, bukankah
kita layak bertanya mengapa hidup itu ditipkan kepada kita?
Resiko memiliki adalah
tidak memiliki. Resiko hidup adalah mati. Resiko berharap adalah kecewa. Setiap
bagian yang menyenangkan dari hidup ini memiliki resiko. Ketika kita hidup maka
resikonya adalah mati. Satu contoh yang dapat memberikan gambaran penuh tentang
kehidupan itu adalah kematian.
Tak ada yang tahu kapan
kematian merenggut kehidupan yang dimiliki dan ketika kematian itu tiba, maka
tak ada yang dapat menghalaunya, tanpa pandang bulu menyapu bersih semua hak
kita dalam kehidupan itu sendiri. Tak ada lagi desah nafas, tak ada lagi senyut
jantung, mata tak dapat melihat, telinga tak dapat mendengar. Lalu, apa yang
kita banggakan dalam hidup ini?
Hello
guys,
ingat bahwa semua ini hanyalah titipan. Berbangga-bangga terhadap apa yang kita
miliki hanyalah menunjukan bahwa kita ini adalah peminjam yang tidak tahu diri
– memalukan. tergenggam dan terlepas, seperti itulah kehidupan. Sebenarnya tak ada yang kita
miliki, semuanya titipan. sebentar saja kita menggenggam lalu jika saatnya tiba, kkehidupan itu akan terlepas dan diambil oleh Yang Maha Hidup. Lalu, mengapa tuhan
menitipkan semua ini untuk kita? Jawabannya ada pada hati kita.
Hati adalah detektor
terbaik dalam menemukan apa yang sebenarnya diinginkan kehidupan ini. Ketika
kita melakukan sebuah kebaikan, apa yang dirasakan hati? Dan ketika kita
melakukan keburukan, apa pula yang dikatakan hati kita? Yah, hati kita tentu
akan merasa tenang, tentram, damai ketika kita melakukan sebuah kebaikan, dan
sebaliknya akan merasa terpuruk, sedih dan galau ketika melakukan sebuah keburukan,
seburuk apapun seseorang. Lalu kira-kira apa kaitannya dengan tujuan hidup ini?
Pada dasarnya kita dititipkan kehidupan untuk sesuatu yang baik, yakni untuk
mengemban tugas sebagai khalifah. Apa itu khalifah? Yakni orang yang mengadakan
perbaikan di muka bumi. Kita dititipkan kehidupan ini untuk menjadikan hidup
itu lebih baik. Ingat, resiko hidup adalah mati dan tak akan ada apa pun yang
kita miliki setelah mati kecuali satu hal, yakni amal. Keluarga, sahabat dan
harta kekayaan tidak akan ikut bersama kita. Semua itu hanya sebagai penghias
hidup dan sebagai orang yang bijak, sebaiknya kita tidak memperlakukannya
layaknya tuhan, seakan-akan hidup ini hanya untuk mengejar penghias-penghias
kehidupan itu. Sadarlah!
0 komentar:
Posting Komentar