Pemerintah memiliki strategi yang
bertujuan agar terjadi penurunan ketimpangan (gini rasio) antara wilayah
perkotaan dan desa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pengucuran
dana untuk desa. Hal tersebut dimulai dengan adanya komitmen untuk membangun
negeri dari desa. Dimana diketahui bersama bahwa selama ini desa diidentikkan
sebagai tempat terjadinya banyak ketimpangan jika dibandingkan dengan kawasan
perkotaan dalam bidang ekonomi, sosial dan pendidikan. Sehingga, dalam
menggiring penyelesaian ketimpangan tersebut, pemerintah mengucurkan dana desa
dengan jumlah yang tidak sedikit. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa sejak empat tahun
terakhir, pemerintah telah mengucurkan dana dari pusat kepada daerah sebesar
Rp. 721,1 triliun.
Faktanya, masih banyak terjadi
masalah dalam penggunaan dana desa yang dilakukan di berbagai daerah. Masalah
yang marak terjadi adalah adanya penyelewengan anggaran yang dilakukan
pemerintah desa serta kurangnya pengoptimalisasian dalam penggunaan dana desa.
Padahal, pemerintah telah mengupayakan peningkatan dana yang masuk ke desa
sejak tahun 2015. Melihat fakta tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk
menjadikan dana desa tetap (stagnan) di tahun 2018 ini. Imbas dari stagnansi
tersebut adalah adanya pro dan kontra terhadap keputusan pemerintah.
Anggota Badan Anggaran DPR RI,
Hetifah Saifudia mengkritisi kebijakan tersebut dengan mengatakan bahwa
pemerintah harus tetap meningkatkan dana desa sesuai dengan komitmen awal untuk
membangun dari desa meskipun banyak terjadi penyelewengan dalam pemanfaatan
dana desa tersebut. Sedangkan menurut Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, bahwa
penyelewengan dana desa dapat diminimalisir dengan pengawasan yang ketat salah
satu cara dapat dilakukan yakni menetapkan aturan yang ketat dalam pelaporan
keuangan atas penggunaan dana yang masuk ke desa.
Menurut hemat penulis, stagnansi
dana desa dapat dipandang sebagai sesuatu yang baik jika dibarengi dengan
pengoptimalisasian penggunaan dana desa yang ada. Bukan soal seberapa dana yang
ada, tetapi tentang sejauh mana dana desa tersebut berdampak terhadap
pembangunan ekonomi, sosial dan pendidikan di desa lewat berbagai program yang
telah dicanangkan pemerintah daerah dan program kebutuhan masing-masing desa.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada di desa. Misalnya saja, dalam bidang pembangunan infrastruktur
desa, bisa diterapkan swakelola sesuai dengan anjuran pemerintah pusat dengan
melibatkan warga setempat sebagai pekerja sehingga dapat meminimalisir angka pengangguran
dan mungkin dapat berdampak pada perolehan ekonomi warga setempat. Selain itu,
perlu penggemblengan swadaya masyarakat dengan meningkatkan kemampuan warga
setempat melalui berbagai pelatihan yang memiliki output nyata bagi
pengembangan potensi masyarakat. Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan yang
bersifat membangun, bukan hanya berjalan lalu selesai tanpa menghasilkan
apa-apa, sehingga hal tersebut akan memiliki efek jangka panjang bagi
masyarakat setempat.
Dalam melakukan kebijakan di atas
tentu perlu dukungan dari berbagai stakeholder
mulai dari pemerintah kabupaten hingga pemerintah desa yang betul-betul
menjalankan visi untuk membangun desa sesuai cita-cita utama pengucuran dana
desa. Menjadi salah satu penggerak kemajuan bangsa dari lingkup yang kecil
seperti desa bukan dipandang sebagai sesuatu yang tidak mungkin, dapat merubah
bangsa ini menjadi lebih baik. Mari menjadi warga negara yang baik dengan
bersama-sama mengawas dana desa agar sesuai dengan jalur yang ditentukan.
Gowa, 11 Juli 2018
0 komentar:
Posting Komentar